Habib Salim bin Alwi bin Saggaf Aljufri, Sampaikan Manaqib Habib Saggaf Sebagi Sosok Pelita Peradaban

waktu baca 5 menit

SIGI – Pelaksanaan Haul ke 4 Alhabib Saggaf bin Muhammad bin Idrus Aljufri yang di pusatkan di Pondok pesantren (Ponpes) Alkhairaat Madinatul Ilmi Desa Kotarindu Kecamatan Dolo Kabupaten Sigi, meriah dan penuh khitmad. Ribuan masyarakat memenuhi lokasi Haul, bermunajat sebagi bentuk cinta pada sosok pada sang pembawa kebaikan.

Sejumlah tokoh hadir dalam acara itu diantaranya, Ketua Utama Alkhairaat Habib Alwi bin Saggaf Aljufri, Rektor Universitas Al Ahgaf Yaman Dr.Alhabib Abdullah bin Muhammad Baharun, pimpinan majelis alsalafy kebun Nanas Jakarta Alhabib Hud bin Muhammad Bagir Alatas, Murid Guru Tua Alustd Sofyan Lahilote, Anggota DPRD RI Longki Djanggola dan Gubernur Sulteng H.Anwar Hafid.

Acara Haul yang di awali pembacaan Surah Yasin dan Tahlil itu di lanjutkan dengan penyampaian Manaqib perjalan kisah Almukarram Alhabib Saggaf bin Muhammad Aljufri, oleh cucu Almarhum Habib Saggaf yakni, Habib Salim bin Alwi bin Saggaf Aljufri yang merupakan anak dari Ketua Utama Alkhairaat Habib Alwi bin Saggaf Aljufri.

Habib Salim dalam manaqibnya mengatakan bahwa, Sayid Saggaf bin Muhammad Aljufri seorang ulama dan pendidik, seorang pemimpin yang hidupnya di sinari oleh ilmu pengetahuan dan pengabdian. Alhabib Saggaf lahir pada tanggal 17 Agustus 1937 bertepatan ketika negeri ini membuka pintu sejarah kemerdekannya pada 17 Agustus 1945.

Mungkin ini sebuah kebetulan ketika tanah air mengangkat kepalanya dari belenggu penjajah, terlahirkah anak yang akan menjadi pelita peradaban, sebagian cahaya mentari yang menyibak gelap pagi, kelahiran Habib Saggaf membawa harapan bagi ummat dan negeri tercinta ini.

Darah Mabi Muhammad SAW mengalir pada relung Habib Saggaf dan nasabnya bersambung pada nabi mulia Balawi dengan marga Aljufri. Habib Saggaf merupakan cucu dari seorang wali besar pendiri Alkhairaat Habib Idrus bin Salim Aljufri atau Guru Tua, dan dari rahim ibunya hababa Syarifah Raguan.

Habib Saggaf lahir dalam buaian zdikir dan tangis harap, dikala itu azan subuh bukan sekedar panggilan sholat, namun nyanyian pembuka hari yang sarat dengan semangat untuk mengabdi dan memerdekakan serta mencerdaskan umat.Lanjut Habib Salim menyatakan, sejak kecil Habib Saggaf bukan anak yang banyak bicara, tapi matanya merekam serta hatinya menyerap dan akalnya menggenggam cahaya.

Di usia belia itu disaat anak – anak bermain layang – layang di bawah langit sore yang menyengat, Habib Saggaf telah menghafal matan – matan ilmu dan duduk bersila di depan kitab – kitab kuning yang bertumpuk di rak rumah.

Jiwanya haus lanjut Habib Salim, akan ilmu dan rindu pada datuknya yang agung Guru Tua, hingga beliau menginjak usia 12 tahun Habib Saggaf menguatkan tekatnya untuk pindah ke Kota Palu demi belajar pada sang kake Alhabib Idrus bin Salim Aljufri. Melihat tekad sang anak yang kuat, Syarifah Rugayyah bin Tholib mengatakan pada Habib Saggaf. “Habib Saggaf engkau ingin pindah ke Kota Palu?” Namu hal itu tidak mematahkan semangat, karena Habib Saggaf tahu bahwa, di Palu bukan ada kemewahan, namun di sana ada datuknya Guru Tua.

Bukan Ada pelayanan, bukan ada panggung serta pujian, namun yang ada hanya tikar usang serta suara lirih dari santri – santri Alhabib Idrus bin Salim Aljufri yang lapar akan khidmat.Saat di Kota Palu, Habib Saggaf mengabdikan diri di Alkhairaat sebagi pelajar dan membantu tugas – tugas Habib Idrus serta menyatu bersama santri dan tidak ada ke istimewaan serta sekat. Selain itu, tidak ada gelar cucu Guru Tua yang membuatnya mendapat kamar khusus atau hidangan mewah, Habib Saggaf juga makan dari nampan sama dengan santri lain dan belajar serta tidur dari gelar bambu yang sama dengan santri lain.

Namun dari kesedehanan itu, tumbuh sosok yang besar, bukan karena gelarnya, melainkan karena jiwanya. Habib Saggaf belajar bukan sekedar menjadi orang yang pandai, namun menjdikan dirinya sebagai alat dari Allah SWT untuk menerangi umat dari kebodohan. Pendidikannya merupakan kisah pengembaraan ruh dan rohani, seiring berjalannya waktu, Habib Saggaf pada tingkat Mualimin, karena sebagi salah satu murid yang menonjol dan menguasai pelajaran, dan Habib Saggaf di tugaskan untuk mengajar sore hari, dan hari – harinya Habib Saggaf belajar membaca Qiraatul Kutub di hadapan langsung sang kakek Habib Idrus.

Selama itu sang Kakek Habib Idrus mendidik, mengajar, membina serta menempa secara langsung.Nampaknya Habi Idrus bin Salim Aljufri atau Guru Tua telah melihat, ada tanda – tanda istimewa pada cucunya, sehingga Guru Tua mempersiapkan Habib Saggaf sebagi penggantinya kelak.

Lalu pada tahun 1959, Habib Saggaf memperoleh beasiswa dari Pemerintah Indonesia untuk melanjutkan study di Al Azhar University, yang merupakan lembaga pendidikan yang telah berabad – abad di Kairo Mesir. Habib Saggaf mengambil jurusan Syariah.

Selama kehidupan pendidikannya, beliau pernah menjadi pengurus pelajar mahasiswa di Kairo Mesir 1959 – 1963 yang dalam pengurusan itu banyak orang – orang terkenal diantaranya KH.Absurahman Wahid atau Gusdur, Prof.Kuaris Syihab dan sejumlah tokoh Nasional lainnya, yang mana keduanya merupakan teman serta sahabat Habib Saggaf selama menempuh pendidikan di Mesir.

Sejak menempuh pendidikan itu, Habib Saggaf telah di daulat sebagai Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Alkhairaat, sebuah kepercayaan yang luar biasa membuktikan bahwa, kematangan bukan selalu menjadi patokan berdasarkan usia. Kebahagiaan Guru Tua sangat nampak dikala Habib Saggaf datang ke Palu setelah menyelesaikan pendidikannya dan Guru Tua menuliskan syair khusus.

Dua pekan setelah sepulangnya Habib Saggaf, Guru Tua mengajaknya berjalan untuk melihat cabang – cabang Alkhairaat dan dalam perjalan itu, Habib Saggaf melihat dan mencatat serta menderkan cerita umat dari pelosok – pelosok negeri. Hingga wafatnya Habib Idrus, maka Habib Saggaf menjadi nakhoda utama melanjutkan bahtera Kelembagan Alkhairaat.***